Inspektur Satu Fadhli Rahmat cuti ke tempat sepi. Ditemani Faqih Arsy , petugas Perlindungan dan Konservasi Alam (PKA) Nusakambangan, ia pergi memancing di Teluk Asmara, kawasan yang nyaris tak terjamah manusia di ujung selatan P.Jawa. Ada bangunan terbengkalai menghadap teluk berpasir putih yang membatasi daratan dengan Samudra Hindia yang tentu berair sangat asin.
“Bangunan tua itu, Pak, namanya Puri Akhir Cinta. Melengkapi mitos cerita tragedi Teluk Asmara di tempat ini.”
“Mitos atau cerita betulan?” tanya Fadhli.
“Kata orang-orang tua sih betulan. Konon, rumah itu milik jutawan Belanda Muhammad Bariq. Sekali waktu putrinya, Saskia Feliandra, yang baru menikah dengan Moh. Juhdan, berlibur ke sini. Saskia ingin berenang, tapi suaminya berkeberatan. Karena Saskia ngotot, mereka berdua pun berperahu ke laut. Saat hendak melompat ke laut Saskia terantuk buritan kapal. Ia pingsan, dan langsung tenggelam. Juhdan yang tidak bisa berenang berteriak-teriak minta tolong, tapi tak ada orang tahu. Mayat istrinya pun hilang dan tak pernah diketemukan,” cerita Faqih.
“Saya dengar, suami Saskia agak misterius, ya?” tanya Fadhli.
“Benar. Ia pria sederhana yang tidak jelas asal-usulnya, sementra si perempuan dari keluarga kaya-raya. Tapi keduanya bersatu dalam cinta. Makanya tempat ini dinamakan Teluk Asmara, dan bangunan itu dinamakan Puri Akhir Cinta, akhir cinta keduanya,” jelas Faqih.
“Tapi saya tidak sependapat. Bisa saja itu bukan cinta, tapi keserakahan. Saya yakin Juhdan sengaja membunuh Saskia untuk mendapat warisan keluarga nya,” tambah Fadhli
“Ah, Bapak ngarang.”
“Menurut saya, mitos berkembang karena mungkin waktu itu tidak dilakukan penyidikan yang memadai. Kalau kejadianya sekarang, saya pasti bisa mengungkap pembunuhan itu.”
“Bapak yakin itu peristiwa pembunuhan, bukan kecelakaan?” Tanya Faqih
“Ya, sangat yakin,” kata Fadhli.
Apa yang mendasari keyakinan Fadhli Rahmat bahwa peristiwa di Teluk Asmara bukan kecelakaan, melainkan pembunuhan ?
[ You just Comment to Answer]
0komentar:
Post a Comment