Saturday, July 9, 2011

Telepon Bunuh Diri



  Ucapan pria di telepon itu tak memberi kesempatan Inspektur Dua Amiq Rozaqo untuk berpikir, apalagi menanggapi. “Halo, ini Polisi? Saya Arief , pemilik rumah Jl. Sesama 23. Tolong perhatikan, saya mau bunuh diri!”
 
  Kemudian terdengar suara tembakan, disusul teriakan mengaduh, bunyi gedebuk, dan … lengang.
  
  Ditemani Brigadir Satu Eki, Ipda Amiq langsung menuju asal telepon itu. Jln Sesama hanya tiga blok dari Mapolsek, dan nama Arief tidaklah asing bagi reserse yang wajib mengenali wilayah kerjanya itu.
  
  Mengherankan, rumah itu sepi tanpa penjaga. Amiq dan Eki leluasa membuka pagar depan, masuk melalui pintu utama yang tak terkunci, dan mendapat jenazah Arief terduduk di kursi ruang kerja dengan kepala terantuk di meja. 

   Tiba-tiba telepon di meja itu berdering. Amiq berinisiatif menjawabnya. “Halo … halo!” . Tapi tak ada suara dari seberang sana, sampai akhirnya putus “Tuut … tuut!”
   
  Amiq memeriksa jasad Arief. Ada lubang di pelispis kanan yang mengeluarkan darah hingga mengalir ke meja. Juga membasahi tangan kanan yang memegang sepucuk pistol FN 45.
  
  Tiba-tiba datang sepasang perempuan dan laki-laki. “Oh Mas … Mas Arief!” si perempuan langsung menubruk korban. Tak berapa lama, “Sa-saya … Nyonya Amell. Sejak tadi perasaan saya enggak enak. Dia bilang ke kantor, padahal tidak sakit.”

 Amiq mengalihkan pertanyaan, “Kalau Bapak Siapa?.”

 “Ng … Saya Aldi Ramadhani, mitra Pak Arief di perusahanya. Kebetulan saya dan Bu Amell tadi ada meeting di Kantor. Saya ingin tahu kenapa Pak Arief tidak dikantor. Makanya kami menyusul ke sini.”

 “Barangkali Ibu atau Bapak bisa menjelaskan alasan kematian ini. Atau mungkin Pak Arief punya musuh?” tanya Amiq

 “Kalau musuh, setahu saya tidak ada,” jawab Ny. Amell

 Aldi menyahut, “Setahu saya Pak Polisi, Pak Arief belakangan agak frustasi dengan bisnisnya. Sebagai mitra saya masih punya optimis, tapi beliau tidak. Terutama sejak urusanya dengan BPPN terkatung-katung. Beberapa kali tercetus gagasan untuk mempailitkan saja usaha ini. Tapi saya tidak menyangka kalau jalan terakhir yang ditempuh malah bunuh diri.”

 “Di Rumah ini, apakah ada penghuni lain selain Bapak dan Ibu?” Amiq kembali bertanya kepada Ny. Amell.

 “Mas Bariq, pembantu kami, sedang menengok cucunya di Cileduk. Si Djabbar dari pagi saya suruh belanja tanaman ternyata belum pulang. Kalo Pak Yusuf memang menyopiri saya. Jadi, pas kejadian tadi Mas Arief pasti sedang sendirian.”

 Amiq terdiam sebentar. “Saya yakin Pak Arief tadi tidak sendirian. Karena itu kami harap Pak Aldi dan Bu Amell ikut ke kantor untuk menceritakan hal yang sebenarnya. Ini bukan bunuh diri, tapi pembunuhan.”



PERTANYAAN:

Fakta apakah yang mendasari kecurigaan Ipda Amiq Rozaqo, bahwa kematian Arief bukan bunuh diri, melainkan pembunuhan?

[ You just Comment to Answer ]

0komentar:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...